CONTOH KASUS
“Etika Diskriminasi Pekerjan Dan
Tindakan Alternatif”
Disusun
Oleh:
|
Nama
|
NPM
|
1.
|
Denis
Pandowo
|
|
2.
|
Kelvin
Setiawan
|
13216843
|
3.
|
M.
Fadlan
|
14216493
|
4.
|
Nurika
Ayu Tiar
|
15216583
|
Kelas:
3EA27
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019
DAFTAR
ISI
Halaman
Halaman Judul....................................................................................................
i
Daftar Isi.............................................................................................................
ii
Contoh Kasus Diskriminasi.................................................................................
1
Solusi yang dapat dilakukan...............................................................................
2
Contoh
Kasus Diskriminasi
1. KOMPAS.com - Perusahaan ride-sharing, Uber sedang
dibanjiri berbagai gugatan hukum. Sebelumnya, perusahaan transportasi online
ini mendapat tuduhan pelecehan seksual dari mantan pegawainya Susan Fowler yang
menulis ceritanya di blog pribadi. Selang beberapa waktu, Uber 'ditinggal' sang
pendiri sekaligus CEO-nya, Travis Kalanick yang mengundurkan diri pada Juni
2017.
Kalanick mendapat desakan
dari investor. Kini, Uber menghadapi tuduhan diskriminasi gender oleh
pegawainya. Tiga pegawai wanita Uber berdarah Latin, Ingrid Avendano, Roxana
del toro Lopez, dan Ana Medina mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi San
Francisco, California Utara pada Selasa (24/10/2017). Mereka menggugat Uber
atas tuduhan diskriminasi gender dan minoritas pekerja tertentu, yang mengakibatkan
mereka kehilangan penghasilan, promosi jabatan, dan keuntungan seperti bonus.
"Pegawai wanita dan mereka yang memiliki warna (kulit) diremehkan secara
sistematis dibanding pegawai pria, karyawan yang berkulit putih, atau rekan
Asia-Amerika." Demikian dirangkum KompasTekno dari Gizmodo, Jumat
(27/10/2017) Baca: Rapat soal Seksis, Direksi Uber Malah Sebut Perempuan Bikin
Berisik Dari tiga pegawai tersebut, hanya Ana Medina yang masih bekerja untuk
Uber.
Sementara dua temannya telah
mengundurkan diri pada musim panas tahun ini. Sementara itu di Inggris, Uber
mendapat gugatan dari uni perdagangan GMB atas tuduhan tidak mampu memberikan
keamanan yang memadai terhadap driver wanita. Uber telah memecat lebih dari 20
pekerjanya pada Juni setelah tuduhan pelecehan seksual tersebar luas.
2. SEMARANG -
Kementerian Tenaga Kerja menyebutkan tindakan diskriminasi terhadap para tenaga
kerja di Indonesia selama ini masih cukup tinggi, yakni pada kisaran 30%. "Kami
tidak ingin lagi terjadi diskriminasi gender di lapangan kerja," kata
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Kemenaker Sugeng Priyanto di Semarang, Senin (23/10/2017).
Hal itu diungkapkannya usai membuka
"2nd International Conference on Indonesian Sosial and Political Enquiries
(ICISPE)" bertema "Eradicating Inequalities" yang diprakarsai
FISIP Universitas Diponegoro Semarang.
Sugeng menjelaskan diskriminasi yang
masih kerap terjadi, mulai pembayaran upah hingga kesempatan menduduki jabatan
yang cenderung diskriminatif antara kaum laki-laki dan perempuan.
"Faktanya, masih ada pekerja perempuan yang digaji lebih kecil dari laki-laki. Misalnya, ada pekerja laki-laki yang digaji Rp2,6 juta/bulan, sementara perempuan hanya Rp2 juta/bulan," katanya.
Menurut dia, tindak diskriminatif yang
menimpa kaum perempuan itu banyak terjadi di sektor industri atau pabrik yang
sebatas mempekerjakan mereka hanya sebagai worker (buruh).
"Catatan kami angkanya ada 30%.
Banyak perempuan yang hanya dipekerjakan di pabrik dan belum pada posisi kunci.
Ke depan, kami minta mereka jangan hanya menjadi worker,"
katanya.
Ia menegaskan semestinya kaum
perempuan dan laki-laki mendapatkan perlakuan sama di dalam pekerjaan, kemudian
kesempatan meraih jabatan atau posisi penting juga harus diberikan secara
objektif.
Ditambahkannya, tindakan diskriminatif itu sebenarnya banyak dipengaruhi oleh kultur sosial budaya masyarakat Indonesia yang paternalistik dengan mengutamakan kaum laki-laki ketimbang perempuan.
Dengan kultur paternalistik, kata dia,
perempuan lebih dianggap sebagai "kanca wingking" dan sebagainya yang
membuat mereka tidak bisa berperan optimal karena faktor sosial budaya.
"Ke depan, kaum laki-laki dan
perempuan harus mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama. Pemahaman
mengenai perempuan yang terkesan paternalistik harus dikikis," pungkasnya.
Ketua Panitia 2nd ICISPE 2017, Dr. Lintang Ratri Rahmiaji mengakui masih terjadinya tindakan diskriminatif terhadap perempuan dalam lapangan kerja adalah 1 isu ketidaksetaraan gender.
"Banyak kasus tenaga kerja
perempuan yang mengalami perlakuan yang menunjukkan ketidaksetaraan. Makanya,
kami undang salah satu pembicara Pak Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang
diwakili Dirjen," katanya.
Sebenarnya, kata dia, ada banyak tindakan
diskriminatif yang terjadi, salah satunya dalam sektor tenaga kerja sehingga
pembicara yang diundang juga beragam, salah satunya dari Kemenaker.
"Sesuai dengan tema yang kami
angkat, yakni Eradicating Inequalities(memberantas
ketidaksetaraan). Para narasumber akan menyampaikan materi mengenai bidangnya
masing-masing," katanya.
Sementara itu, Dekan FISIP Dr. Sunarto menjelaskan ICISPE merupakan forum konferensi internasional yang sudah kedua kalinya diselenggarakan fakultas itu yang diikuti peneliti dalam dan luar negeri.
Diskriminasi, kata dia, terjadi dalam
berbagai bidang yang bervariasi, mulai kesenjangan ekonomi, pendidikan, gender,
hingga hak-hak menjalankan kegiatan beragama bagi kelompok minoritas.
"Ya, kegiatan ini memang sejalan
dengan tuntutan Undip yang sudah menyandang status perguruan tinggi negeri
berbadan hukum (PTN-BH). Masing-masing fakultas diminta go-international,"
katanya. (kmj)
3. REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan
Indonesia (FBTPI) mengatakan, Pemerintahan Joko Widodo terus menggenjot
investasi asing masuk dari luar negeri. Namun, pemerintah juga mesti memperkuat
pengawasan terhadap para investor agar tidak mengangkangi hukum di Indonesia.
Serikat buruh menilai salah satu perusahaan dengan modal
asal Cina PT Dinuo Indonesia dinilai melakukan diskriminasi upah dan jam kerja
antara buruh lokal dan sekitar 50 tenaga asal negeri panda tersebut.
Asen dari SBAI-FBTPI PT Dinuo Indonesia menyatakan, buruh
asal Cina menerima upah lebih banyak dan jam kerja lebih sedikit dibanding
buruh lokal di perusahaan pemasok bahan baku sabun itu.
"Kami hanya menerima upah minimum,” katanya dalam
siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa
(29/3).
Tidak hanya itu, ia menilai, perusahaan telah mengingkari
perjanjian bersama pada 01 Oktober 2015. Dalam kesepakatan itu, perusahaan
berjanji mengangkat empat buruh yang di-PHK dan seluruh karyawan menjadi
karyawan tetap. Namun, perundingan dua kali SBAI – FBTPI dengan manajemen
perusahaan pemasok bahan baku sabun itu berujung buntu.
Untuk menanggapi itu, SBAI - FBTPI PT Dinuo Indonesia
pada Selasa (29/3), melakukan aksi mogok kerja. "Buruh yang mogok 162
orang dan dampaknya produksi berhenti," kata Gallyta Nur Bawoel, pengurus
DPP FBTPI. Berikut lima poin tuntutan dalam pemogokan kali ini adalah:
` 1.
Pekerjakan kembali pekerja yg putus kontrak
2. Pengangkatan Karyawan Tetap tanpa terkecuali
3. Diskriminasi jam kerja
4. Tidak diberlakukannya no work no pay
5. Berlakukan UMSP 2016
Solusi
yang dapat dilakukan
Menurut kelompok kami cara yang dapat
dilakukan ialah dengan menerapkan tindakan amirmatif dengan penjelasan sebagai
berikut:
Tindakan Afirmatif
Untuk
menghapus pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak perusahaan yang melaksanakan
pogram tindakan afirmatif yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi yang lebih
representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada kaum perempuan
dan minoritas. Program-program tindakan afirmatif pada saat ini
telah ditetapkan sebagai kewajiban bagi
semua perusahaan yang menandatangani kontrak dengan pemerintah. Inti dari program ini adalah suatu penyelidikan
yang mendetail (“analisis utilitasi”) atas semua klasifikasi pekerjaan besar dalam
perusahaan. Tujuan penyelidikan untuk menentukan apakah jumlah pegawai perempuan
dan minoritas dalam klasifikasi kerja tertentu lebih kecil dibandingkan yang
diperkirakan dari tingkat ketersediaan tenaga kerja kelompok ini di wilayah
tempat mereka direkrut. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoordinasikan dan melaksanakan program
afirmatif, dan melaksanakan program dan langkah khusus untuk menambah pegawai
baru dari kelompok minoritas dan perempuan untuk memenuhi tujuan yang
ditetapkan. Analisis utilisasi selanjutnya membandingkan
persentase pegawai perempuan dan minoritas dalam masing-masing klasifikasi
pekerjaan dengan persentase tenaga kerja perempuan dan minoritas yang tersedia
di wilayah tersebut dan yang mampu melaksanaan pekerjaan atau yang mampu
melaksanakannya bila di beri pelatihan yang memadai. Jika analisis utilisasi
menununjukkan bahwa tenaga kerja perempuan dan minoritas kurang dimanfa’atkan
dalam klasifikasi pekerjaan tertentu, maka perusahaan perlu menetapkan
tujuan-tujuan dan jadwal untuk memperbaiki hal tersebut. Meskipun tujuan
semacam ini tidak boleh terlalu kaku dan tidak fleksibel, namun harus spesifik,
dapat dinilai dan didesain dengan tujuan untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan yang ditemukan dari analisis utilisasi dalam jangka waktu
yang dapat diterima. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoordinasi dan
melaksanakan program afirmatif, dan melaksanakan program dan langkah-langkah
khusus untuk menambah pegawai baru dari kelompok minoritas dan perempuan untuk
memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.
Bagi
banyak orang, program tindakan afirmatif yang memberikan pekerjaan berdasarkan
keanggotaan dalam kelompok yang dirugikan tidak sepenuhnya legal. Namun, yang
lain menginterpretasikan ”rekomendasi” secara lebih sempit, yaitu senioritas
tidak dapat diberikan hanya karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok
yang dirugikan.
Argumen yang digunakan
untuk membenarkan program-program tindakan afirmatif dalam menghadapi kecaman
dari pihak-pihak tertentu dapat di kelompokkan ke dalam dua bagia :
·
Menginterpretasikan
perlakuan preferensial (khusus) yang diberikan pada kaum perempuan dan
minoritas sebagai suatu bentuk kompensasi atas kerugian yang mereka alami
dimasa lalu.
·
Menginterpretasikan
perlakuan preferensial sebagai suatu sarana guna mencapai tujuan-tujuan sosial
tertentu.
Sementara argumen pertama (kompensasi) cenderung melihat kebelakang karena
memfokuskan pada kesalahan dari tindakan-tindakan masa lalu., argumen
instrumentalis (kedua) lebih melihat ke depan sejauh memfokuskan pada hal-hal
baik dimasa mendatang (menganggap kesalahan masa lalu tidak relevan). Berikut
penjelasan lebih detile mengenai kedua argumen tersebut.
v
Tindakan
Afirmatif Sebagai Kompensasi
Keadilan kompensatif mengimplementasikan bahwa seseorang wajib memberikan
kompensasi terhadap orang yang dirugikan secara sengaja. Selanjutnya, program
tindakan afirmatif diinterpretasikan sebagai salah satu bentuk ganti rugi yang
diberikan kaum pria kulit putih kepada perempuan dan kaum minoritas karena
telah merugikan mereka di masa lalu.
Kelemahan argumen yang mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada
prinsip kompensasi adalah prinsip ini mensyaratkan hanya dari individu yang
sengaja merugikan orang lain, dan hanya memberikan kompensasi kepada individu
yang dirugikan.
v
Tindakan
Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan Sosial
Hambatan utama yang dihadapi oleh pembenaran utilitarian atas program
afirmatif, pertama berkaitan dengan persoalan apakah biaya sosial dari program
tindakan afirmatif lebih besar dari keuntungan yang diperoleh. Kedua, mempertanyakan
asumsi bahwa ras merupakan indikator kebutuhan yang tepat. Tujuan-tujuan tindakan afirmatif, adalah sebagai berikut:
a) Salah satu tujuan pogram tindakan afirmatif adalah
mendistribusikan keuntungan dan beban masyarakat yang konsisten dengan prinsip
keadilan distributif, dan mampu menghapuskan dominasi ras atau jenis kelamin tertentu atas
kelompok pekerjaan yang penting.
b) untuk menetralkan bias (baik yang disadari ataupun tidak) untuk menjamin
hak yang sama untuk memperoleh kesempatan bagi kaum perempuan dan minoritas.
c) Menetralkan kelemahan kompetitif yang saat ini diteliti yang saat ini
dimiliki oleh kaum perempuan dan minoritas saat mereka bersaing dengan pria
kulit putih, agar mereka memperoleh posisi awal yang sama untuk bersaing dengan
pria kulit putih.
Tujuan dasarnya adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil. Kesempatan yang dimiliki seseorang tidak dibatasi
oleh ras atau jenis kelaminnya. Tujuan ini secara moral sah sejauh usaha untuk
memperoleh kesempatan yang sama secara moral juga masih dianggap sah.
Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan
Keberagaman
Kriteria lain selain ras dan jenis kelamin yang perlu dipertimbangkan saat
mengambil keputusan dalam program tindakan afirmatif. Pertama, jika hanya
kriteria ras dan jenis kelamin yang digunakan akan mengarah pada perekrutan
pegawai yang tidak berkualifikasi dan mungkin menurunkan produktivitas. Kedua,
banyak pekerjaan yang memiliki pengaruh penting pada kehidupan orang lain. Jika
suatu pekerjaan memiliki pengaruh penting, katakanlah pada jiwa orang lain,
kriteria selain ras dan jenis kelamin harus diutamakan dan lebih
dipertimbangkan dibandingkan tindakan afirmatif. Ketiga, para penentang
menyatakan bahwa program tindakan afirmatif, jika dilanjutkan, akan membuat
sebuah negara menjadi negara yang lebih diskriminatif. Jadi, program-program
ini harus dihentikan secepat mungkin setelah apa yang di ingin diperbaiki telah
berhasil diperbaiki.
Pedoman berikut ini di
usulkan sebagai salah satu cara untuk memasukkan berbagai pertimbangan ke dalam
program tindakan afirmatif ketika kaum minoritas kurang terwakili dalam suatu
perusahaan:
1. Kelompok minoritas dan bukan minoritas wajib direkrut atau dipromosikan hanya
jika mereka telah mencapai tingkat kompetensi minimum atau mampu mencapai
tingkat tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
2. Jika kualifikasi calon dari kelompok minoritas hanya sedikit lebih rendah
(atau sama atau lebih tinggi) dibandingkan yang bukan dari kelompok minoritas, maka
calon tersebut harus lebih diutamakan.
3. Jika calon dari kelompok minoritas dan bukan minoritas sama-sama
berkualifikasi atas suatu pekerjaan, namun calon dari kelompok bukan minoritas
jauh lebih berkualifikasi, maka:
a. Jika pelaksanaan pekerjaan tersebut berpengaruh langsung pada kehidupan
atau keselamatan orang lain (misalnya profesi dokter bedah atau pilot) atau
jika pelaksanaan pekerjaan tersebut memiliki pengaruh penting pada efisiensi
seluruh perusahaan (misalnya jabatan sebagai kepala pengawas keuangan), maka
calon dari kelompok bukan minoritas yang jauh lebih baik berkualifikasi harus
lebuh diutamakan; namun
b. Jika pekerjaan tersebut (seperti halnya sebagian besar pekerjaan “umum”
dalam perusahaan) tidak berkaitan langsung dengan aspek keselamatan dan tidak
memiliki pengaruh penting pada efisiensi perusahaan, maka calon dari kelompok
minoritas harus lebih diutamakan.
4.
Preferensi juga harus
diberikan pada calon dari kelompok minoritas hanya jika jumlah pegawai
minoritas dalam berbagai tingkat jabatan dalam perusahaan tidak proporsional
dengan ketersediaan dalam populasi.
Kontroversi
sehubungan dengan kelayakan moral program tindakan afirmatif belum berakhir.
Tidak berarti program seperti itu tidak melanggar semua prinsip moral. Jika
argumen itu benar, program tindakan afirmatif setidaknya konsisten dengan
prinsip moral.
Gaji yang Sebanding untuk
Pekerjaan yang Sebanding
Program nilai sebanding
diawali dengan memperkirakan nilai setiap pekerjaan terhadap suatu organisasi
(dalam kaitannya dengan persyaratan keahlian, tugas, tanggung jawab dan
karakteristik lain yang menurut perusahaan layak memperoleh kompensasi) dan
memastikan bahwa pekerjaan dengan nilai yang sebanding gajinya juga sebanding,
tidak peduli apakah pasar tenaga kerja eksternal memberi gaji yang sama atau
berbeda untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut.
Program nilai sebanding
menilai setiap pekerjaan menurut tingkat kesulitan, persyaratan keahlian,
pengalaman, akuntabilitas risiko, persyaratan pengetahuan, tanggung jawab,
kondisi kerja, dan semua faktor lain dianggap layak mendapatkan kompensasi.
Selanjutnya pekerjaa-pekerjaan tersebut dianggap layak diberi gajiyang sama
jika nilainya sama, dan gaji yang lebih tinggi (atau lebih rendah) jika
nilainya juga lebih tinggi (atau lebih rendah). Pertimbangan-pertimbangan pasar
kerja digunakan untuk menentukan gaji sesungguhnya yang akan dibayarkan untuk
pekerjaan dengan nilai tertentu. Namun jika nilainya sama, maka gaji yang
diberikan juga harus sama.
Argumen dasar yang
mendukung program sebanding di dasarkan pada prinsip keadilan: keadilan
mewajibkan yang sebanding haruslah diperlakukan secara sebanding.
DAFTAR PUSTAKA
G Velasquez, Manuel. 2007. Etika Bisnis.yogyakarta: Andi Publisher