Sabtu, 30 Maret 2019

contoh kasus diskriminasi pekerjaan


CONTOH KASUS
“Etika Diskriminasi Pekerjan Dan Tindakan Alternatif”










Disusun Oleh:

Nama
NPM
1.
Denis Pandowo

2.
Kelvin Setiawan
13216843
3.
M. Fadlan
14216493
4.
Nurika Ayu Tiar
15216583
Kelas: 3EA27





PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019








DAFTAR ISI


                                                                          Halaman
Halaman Judul.................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii

Contoh Kasus Diskriminasi................................................................................. 1
Solusi yang dapat dilakukan............................................................................... 2















Contoh Kasus Diskriminasi

1.         KOMPAS.com - Perusahaan ride-sharing, Uber sedang dibanjiri berbagai gugatan hukum. Sebelumnya, perusahaan transportasi online ini mendapat tuduhan pelecehan seksual dari mantan pegawainya Susan Fowler yang menulis ceritanya di blog pribadi. Selang beberapa waktu, Uber 'ditinggal' sang pendiri sekaligus CEO-nya, Travis Kalanick yang mengundurkan diri pada Juni 2017.

Kalanick mendapat desakan dari investor. Kini, Uber menghadapi tuduhan diskriminasi gender oleh pegawainya. Tiga pegawai wanita Uber berdarah Latin, Ingrid Avendano, Roxana del toro Lopez, dan Ana Medina mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi San Francisco, California Utara pada Selasa (24/10/2017). Mereka menggugat Uber atas tuduhan diskriminasi gender dan minoritas pekerja tertentu, yang mengakibatkan mereka kehilangan penghasilan, promosi jabatan, dan keuntungan seperti bonus. "Pegawai wanita dan mereka yang memiliki warna (kulit) diremehkan secara sistematis dibanding pegawai pria, karyawan yang berkulit putih, atau rekan Asia-Amerika." Demikian dirangkum KompasTekno dari Gizmodo, Jumat (27/10/2017) Baca: Rapat soal Seksis, Direksi Uber Malah Sebut Perempuan Bikin Berisik Dari tiga pegawai tersebut, hanya Ana Medina yang masih bekerja untuk Uber.

Sementara dua temannya telah mengundurkan diri pada musim panas tahun ini. Sementara itu di Inggris, Uber mendapat gugatan dari uni perdagangan GMB atas tuduhan tidak mampu memberikan keamanan yang memadai terhadap driver wanita. Uber telah memecat lebih dari 20 pekerjanya pada Juni setelah tuduhan pelecehan seksual tersebar luas.

2.         SEMARANG - Kementerian Tenaga Kerja menyebutkan tindakan diskriminasi terhadap para tenaga kerja di Indonesia selama ini masih cukup tinggi, yakni pada kisaran 30%. "Kami tidak ingin lagi terjadi diskriminasi gender di lapangan kerja," kata Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker Sugeng Priyanto di Semarang, Senin (23/10/2017).

Hal itu diungkapkannya usai membuka "2nd International Conference on Indonesian Sosial and Political Enquiries (ICISPE)" bertema "Eradicating Inequalities" yang diprakarsai FISIP Universitas Diponegoro Semarang.

Sugeng menjelaskan diskriminasi yang masih kerap terjadi, mulai pembayaran upah hingga kesempatan menduduki jabatan yang cenderung diskriminatif antara kaum laki-laki dan perempuan.

"Faktanya, masih ada pekerja perempuan yang digaji lebih kecil dari laki-laki. Misalnya, ada pekerja laki-laki yang digaji Rp2,6 juta/bulan, sementara perempuan hanya Rp2 juta/bulan," katanya.

Menurut dia, tindak diskriminatif yang menimpa kaum perempuan itu banyak terjadi di sektor industri atau pabrik yang sebatas mempekerjakan mereka hanya sebagai worker (buruh).

"Catatan kami angkanya ada 30%. Banyak perempuan yang hanya dipekerjakan di pabrik dan belum pada posisi kunci. Ke depan, kami minta mereka jangan hanya menjadi worker," katanya.

Ia menegaskan semestinya kaum perempuan dan laki-laki mendapatkan perlakuan sama di dalam pekerjaan, kemudian kesempatan meraih jabatan atau posisi penting juga harus diberikan secara objektif.

Ditambahkannya, tindakan diskriminatif itu sebenarnya banyak dipengaruhi oleh kultur sosial budaya masyarakat Indonesia yang paternalistik dengan mengutamakan kaum laki-laki ketimbang perempuan.

Dengan kultur paternalistik, kata dia, perempuan lebih dianggap sebagai "kanca wingking" dan sebagainya yang membuat mereka tidak bisa berperan optimal karena faktor sosial budaya.

"Ke depan, kaum laki-laki dan perempuan harus mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama. Pemahaman mengenai perempuan yang terkesan paternalistik harus dikikis," pungkasnya.

Ketua Panitia 2nd ICISPE 2017, Dr. Lintang Ratri Rahmiaji mengakui masih terjadinya tindakan diskriminatif terhadap perempuan dalam lapangan kerja adalah 1 isu ketidaksetaraan gender.

"Banyak kasus tenaga kerja perempuan yang mengalami perlakuan yang menunjukkan ketidaksetaraan. Makanya, kami undang salah satu pembicara Pak Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang diwakili Dirjen," katanya.

Sebenarnya, kata dia, ada banyak tindakan diskriminatif yang terjadi, salah satunya dalam sektor tenaga kerja sehingga pembicara yang diundang juga beragam, salah satunya dari Kemenaker.

"Sesuai dengan tema yang kami angkat, yakni Eradicating Inequalities(memberantas ketidaksetaraan). Para narasumber akan menyampaikan materi mengenai bidangnya masing-masing," katanya.

Sementara itu, Dekan FISIP Dr. Sunarto menjelaskan ICISPE merupakan forum konferensi internasional yang sudah kedua kalinya diselenggarakan fakultas itu yang diikuti peneliti dalam dan luar negeri.
Diskriminasi, kata dia, terjadi dalam berbagai bidang yang bervariasi, mulai kesenjangan ekonomi, pendidikan, gender, hingga hak-hak menjalankan kegiatan beragama bagi kelompok minoritas.

"Ya, kegiatan ini memang sejalan dengan tuntutan Undip yang sudah menyandang status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH). Masing-masing fakultas diminta go-international," katanya. (kmj)
3.         REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) mengatakan, Pemerintahan Joko Widodo terus menggenjot investasi asing masuk dari luar negeri. Namun, pemerintah juga mesti memperkuat pengawasan terhadap para investor agar tidak mengangkangi hukum di Indonesia.
Serikat buruh menilai salah satu perusahaan dengan modal asal Cina PT Dinuo Indonesia dinilai melakukan diskriminasi upah dan jam kerja antara buruh lokal dan sekitar 50 tenaga asal negeri panda tersebut.
Asen dari SBAI-FBTPI PT Dinuo Indonesia menyatakan, buruh asal Cina menerima upah lebih banyak dan jam kerja lebih sedikit dibanding buruh lokal di perusahaan pemasok bahan baku sabun itu.
"Kami hanya menerima upah minimum,” katanya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (29/3).
Tidak hanya itu, ia menilai, perusahaan telah mengingkari perjanjian bersama pada 01 Oktober 2015. Dalam kesepakatan itu, perusahaan berjanji mengangkat empat buruh yang di-PHK dan seluruh karyawan menjadi karyawan tetap. Namun, perundingan dua kali SBAI – FBTPI dengan manajemen perusahaan pemasok bahan baku sabun itu berujung buntu.
Untuk menanggapi itu, SBAI - FBTPI PT Dinuo Indonesia pada Selasa (29/3), melakukan aksi mogok kerja. "Buruh yang mogok 162 orang dan dampaknya produksi berhenti," kata Gallyta Nur Bawoel, pengurus DPP FBTPI.  Berikut lima poin tuntutan dalam pemogokan kali ini adalah:
`           1. Pekerjakan kembali pekerja yg putus kontrak
2. Pengangkatan Karyawan Tetap tanpa terkecuali
3. Diskriminasi jam kerja
4. Tidak diberlakukannya no work no pay
5. Berlakukan UMSP 2016


Solusi yang dapat dilakukan

Menurut kelompok kami cara yang dapat dilakukan ialah dengan menerapkan tindakan amirmatif dengan penjelasan sebagai berikut:

Tindakan Afirmatif
Untuk menghapus pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak perusahaan yang melaksanakan pogram tindakan afirmatif yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi yang lebih representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada kaum perempuan dan minoritas. Program-program tindakan afirmatif pada saat ini telah ditetapkan sebagai kewajiban  bagi semua perusahaan yang menandatangani kontrak dengan pemerintah. Inti dari program ini adalah suatu penyelidikan yang mendetail (“analisis utilitasi”) atas semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan. Tujuan penyelidikan untuk menentukan apakah jumlah pegawai perempuan dan minoritas dalam klasifikasi kerja tertentu lebih kecil dibandingkan yang diperkirakan dari tingkat ketersediaan tenaga kerja kelompok ini di wilayah tempat mereka direkrut. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoordinasikan dan melaksanakan program afirmatif, dan melaksanakan program dan langkah khusus untuk menambah pegawai baru dari kelompok minoritas dan perempuan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan. Analisis utilisasi selanjutnya membandingkan persentase pegawai perempuan dan minoritas dalam masing-masing klasifikasi pekerjaan dengan persentase tenaga kerja perempuan dan minoritas yang tersedia di wilayah tersebut dan yang mampu melaksanaan pekerjaan atau yang mampu melaksanakannya bila di beri pelatihan yang memadai. Jika analisis utilisasi menununjukkan bahwa tenaga kerja perempuan dan minoritas kurang dimanfa’atkan dalam klasifikasi pekerjaan tertentu, maka perusahaan perlu menetapkan tujuan-tujuan dan jadwal untuk memperbaiki hal tersebut. Meskipun tujuan semacam ini tidak boleh terlalu kaku dan tidak fleksibel, namun harus spesifik, dapat dinilai dan didesain dengan tujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dari analisis utilisasi dalam jangka waktu yang dapat diterima. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoordinasi dan melaksanakan program afirmatif, dan melaksanakan program dan langkah-langkah khusus untuk menambah pegawai baru dari kelompok minoritas dan perempuan untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.  
Bagi banyak orang, program tindakan afirmatif yang memberikan pekerjaan berdasarkan keanggotaan dalam kelompok yang dirugikan tidak sepenuhnya legal. Namun, yang lain menginterpretasikan ”rekomendasi” secara lebih sempit, yaitu senioritas tidak dapat diberikan hanya karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok yang dirugikan.
Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-program tindakan afirmatif dalam menghadapi kecaman dari pihak-pihak tertentu dapat di kelompokkan ke dalam dua bagia :
·      Menginterpretasikan perlakuan preferensial (khusus) yang diberikan pada kaum perempuan dan minoritas sebagai suatu bentuk kompensasi atas kerugian yang mereka alami dimasa lalu.
·      Menginterpretasikan perlakuan preferensial sebagai suatu sarana guna mencapai tujuan-tujuan sosial tertentu.
Sementara argumen pertama (kompensasi) cenderung melihat kebelakang karena memfokuskan pada kesalahan dari tindakan-tindakan masa lalu., argumen instrumentalis (kedua) lebih melihat ke depan sejauh memfokuskan pada hal-hal baik dimasa mendatang (menganggap kesalahan masa lalu tidak relevan). Berikut penjelasan lebih detile mengenai kedua argumen tersebut.
v  Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi
                  Keadilan kompensatif mengimplementasikan bahwa seseorang wajib memberikan kompensasi terhadap orang yang dirugikan secara sengaja. Selanjutnya, program tindakan afirmatif diinterpretasikan sebagai salah satu bentuk ganti rugi yang diberikan kaum pria kulit putih kepada perempuan dan kaum minoritas karena telah merugikan mereka di masa lalu.
                  Kelemahan argumen yang mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada prinsip kompensasi adalah prinsip ini mensyaratkan hanya dari individu yang sengaja merugikan orang lain, dan hanya memberikan kompensasi kepada individu yang dirugikan.
v  Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan Sosial
                  Hambatan utama yang dihadapi oleh pembenaran utilitarian atas program afirmatif, pertama berkaitan dengan persoalan apakah biaya sosial dari program tindakan afirmatif lebih besar dari keuntungan yang diperoleh. Kedua, mempertanyakan asumsi bahwa ras merupakan indikator kebutuhan yang tepat. Tujuan-tujuan tindakan afirmatif, adalah sebagai berikut:
a)      Salah satu tujuan pogram tindakan afirmatif adalah mendistribusikan keuntungan dan beban masyarakat yang konsisten dengan prinsip keadilan distributif, dan mampu menghapuskan dominasi ras atau jenis kelamin tertentu atas kelompok pekerjaan yang penting.
b)      untuk menetralkan bias (baik yang disadari ataupun tidak) untuk menjamin hak yang sama untuk memperoleh kesempatan bagi kaum perempuan dan minoritas.
c)      Menetralkan kelemahan kompetitif yang saat ini diteliti yang saat ini dimiliki oleh kaum perempuan dan minoritas saat mereka bersaing dengan pria kulit putih, agar mereka memperoleh posisi awal yang sama untuk bersaing dengan pria kulit putih.
                  Tujuan dasarnya adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil. Kesempatan yang dimiliki seseorang tidak dibatasi oleh ras atau jenis kelaminnya. Tujuan ini secara moral sah sejauh usaha untuk memperoleh kesempatan yang sama secara moral juga masih dianggap sah.

Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman
                  Kriteria lain selain ras dan jenis kelamin yang perlu dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam program tindakan afirmatif. Pertama, jika hanya kriteria ras dan jenis kelamin yang digunakan akan mengarah pada perekrutan pegawai yang tidak berkualifikasi dan mungkin menurunkan produktivitas. Kedua, banyak pekerjaan yang memiliki pengaruh penting pada kehidupan orang lain. Jika suatu pekerjaan memiliki pengaruh penting, katakanlah pada jiwa orang lain, kriteria selain ras dan jenis kelamin harus diutamakan dan lebih dipertimbangkan dibandingkan tindakan afirmatif. Ketiga, para penentang menyatakan bahwa program tindakan afirmatif, jika dilanjutkan, akan membuat sebuah negara menjadi negara yang lebih diskriminatif. Jadi, program-program ini harus dihentikan secepat mungkin setelah apa yang di ingin diperbaiki telah berhasil diperbaiki.
Pedoman berikut ini di usulkan sebagai salah satu cara untuk memasukkan berbagai pertimbangan ke dalam program tindakan afirmatif ketika kaum minoritas kurang terwakili dalam suatu perusahaan:
1.    Kelompok minoritas dan bukan minoritas wajib direkrut atau dipromosikan hanya jika mereka telah mencapai tingkat kompetensi minimum atau mampu mencapai tingkat tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
2.    Jika kualifikasi calon dari kelompok minoritas hanya sedikit lebih rendah (atau sama atau lebih tinggi) dibandingkan yang bukan dari kelompok minoritas, maka calon tersebut harus lebih diutamakan.
3.    Jika calon dari kelompok minoritas dan bukan minoritas sama-sama berkualifikasi atas suatu pekerjaan, namun calon dari kelompok bukan minoritas jauh lebih berkualifikasi, maka:
a.     Jika pelaksanaan pekerjaan tersebut berpengaruh langsung pada kehidupan atau keselamatan orang lain (misalnya profesi dokter bedah atau pilot) atau jika pelaksanaan pekerjaan tersebut memiliki pengaruh penting pada efisiensi seluruh perusahaan (misalnya jabatan sebagai kepala pengawas keuangan), maka calon dari kelompok bukan minoritas yang jauh lebih baik berkualifikasi harus lebuh diutamakan; namun
b.    Jika pekerjaan tersebut (seperti halnya sebagian besar pekerjaan “umum” dalam perusahaan) tidak berkaitan langsung dengan aspek keselamatan dan tidak memiliki pengaruh penting pada efisiensi perusahaan, maka calon dari kelompok minoritas harus lebih diutamakan.
4.        Preferensi juga harus diberikan pada calon dari kelompok minoritas hanya jika jumlah pegawai minoritas dalam berbagai tingkat jabatan dalam perusahaan tidak proporsional dengan ketersediaan dalam populasi.
Kontroversi sehubungan dengan kelayakan moral program tindakan afirmatif belum berakhir. Tidak berarti program seperti itu tidak melanggar semua prinsip moral. Jika argumen itu benar, program tindakan afirmatif setidaknya konsisten dengan prinsip moral.

Gaji yang Sebanding untuk Pekerjaan yang Sebanding
Program nilai sebanding diawali dengan memperkirakan nilai setiap pekerjaan terhadap suatu organisasi (dalam kaitannya dengan persyaratan keahlian, tugas, tanggung jawab dan karakteristik lain yang menurut perusahaan layak memperoleh kompensasi) dan memastikan bahwa pekerjaan dengan nilai yang sebanding gajinya juga sebanding, tidak peduli apakah pasar tenaga kerja eksternal memberi gaji yang sama atau berbeda untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut.
Program nilai sebanding menilai setiap pekerjaan menurut tingkat kesulitan, persyaratan keahlian, pengalaman, akuntabilitas risiko, persyaratan pengetahuan, tanggung jawab, kondisi kerja, dan semua faktor lain dianggap layak mendapatkan kompensasi. Selanjutnya pekerjaa-pekerjaan tersebut dianggap layak diberi gajiyang sama jika nilainya sama, dan gaji yang lebih tinggi (atau lebih rendah) jika nilainya juga lebih tinggi (atau lebih rendah). Pertimbangan-pertimbangan pasar kerja digunakan untuk menentukan gaji sesungguhnya yang akan dibayarkan untuk pekerjaan dengan nilai tertentu. Namun jika nilainya sama, maka gaji yang diberikan juga harus sama.
Argumen dasar yang mendukung program sebanding di dasarkan pada prinsip keadilan: keadilan mewajibkan yang sebanding haruslah diperlakukan secara sebanding.










DAFTAR PUSTAKA

G Velasquez, Manuel. 2007. Etika Bisnis.yogyakarta: Andi Publisher




Etika Diskriminasi Pekerjan Dan Tindakan Amirmatif


MAKALAH ETIKA BISNIS
“Etika Diskriminasi Pekerjan Dan Tindakan Amirmatif”










Disusun Oleh:

Nama
NPM
1.
Denis Pandowo

2.
Kelvin Setiawan
13216843
3.
M. Fadlan
14216493
4.
Nurika Ayu Tiar
15216583
Kelas: 3EA27





PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019